Minggu, 25 Juli 2021

Raih Medali Perak di Olimpiade Tokyo 2020, Eko Yuli Puncaki Trending Topic Twitter



 Eko Yuli Irawan sukses mempersembahkan medali perak bagi Indonesia, dari cabang olahraga angkat besi putra nomor 61 kilogram di Olimpiade Tokyo 2020 pada Minggu (25/7/2021).

Medali perak ini merupakan medali Olimpiade Tokyo kedua bagi Indonesia, sekaligus perak pertama yang diraih untuk Tanah Air.

Sementara, medali emas berhasil diraih oleh Li Fabin dari China dan medali perunggu didapatkan Igor Son dari Kazakhstan. Kesuksesan pria 32 tahun ini pun disambut meriah oleh warganet Twitter.

Hal ini terlihat dari masuknya keyword Eko Yuli ke dalam trending topic nomor satu di media sosial tersebut. Sebanyak 18,3 ribu cuitan di Twitter berisi tentang keberhasilan Eko Yuli Irawan.

Berdasarkan pantauan Tekno Liputan6.com, selain nama "Eko Yuli", trending topic terkait raihan medali perak lainnya adalah #Weightlifting atau angkat beban, "Pak Eko", dan "Li Fabin."

Dilaporkan Bola Liputan6.com, Eko Yuli sempat bersaing ketat dengan lifter Tiongkok Li Fabin untuk peraihan medali emas.

Dalam percobaan pertama, ia berhasil melakukan angkat beban 137 kilogram, sementara Li Fabin gagal di percobaan pertamanya.

Namun Eko Yuli gagal mengangkat beban 141 kilogram dalam dua kali percobaan di kategori snatch. Di sisi lain, Li Fabin melaju mulus hingga memimpin klasemen.

Di kategori Clean and Jerk, Eko mengawali angkatannya di 165 kilogram. Dia sempat menaikkan "taruhan" dengan mengangkat beban 177 kilogram demi mengejar ketinggalan dari Li.

Sayangnya, upaya Eko tidak berbuah manis. Pada dua kali percobaan, Eko gagal mengangkat beban 177 kilogram. Li sendiri sempat bertaruh di 178 kilogram, namun lifter 28 tahun itu gagal.

Li pun keluar sebagai juara dengan total angkatan 313 kilogram, sementara Eko berhasil mengumpulkan total 302 kilogram.

Sebelumnya, Windy Cantika Aisah sukses memberikan medali pertama bagi Indonesia yaitu perunggu, di cabang olahraga yang sama di nomor 49 kilogram.

Selasa, 13 Juli 2021

Hati-hati, Ini Kelompok Rentan Reinfeksi COVID-19


 

Tak sedikit seseorang yang telah terinfeksi COVID-19, namun memiliki kemungkinan akan mengalami infeksi lagi setelah dinyatakan sembuh. Fenomena ini kerap dijumpai dan dinamai reinfeksi COVID-19. Bagaimana penjelasan ahli?

“Reinfeksi COVID-19 terjadi ketika seseorang yang sudah sembuh dari infeksi virus corona terinfeksi lagi oleh struktur virus corona yang berbeda dengan infeksi virus corona sebelumnya,” ujar Dokter Spesialis Penyakit Dalam Primaya Evasari Hospital, dr. Yoga Fitria Kusuma, Sp.PD, dalam keterangannya, Rabu, 14 Juli 2021.

Perbedaan reinfeksi dan repositif

Ia menambahkan bahwa reinfeksi berbeda dengan repositif atau reaktivasi, yakni kondisi ketika virus corona yang masih tersisa di tubuh menginfeksi orang itu lagi atau artinya infeksi disebabkan oleh virus dengan struktur yang sama.

Untuk membedakan antara reinfeksi dan repositif/reaktivasi, harus ada pengambilan sampel untuk mengurutkan genome (informasi genetik) virus.

“Pasien yang positif COVID-19 untuk kedua kalinya ditangani dengan cara sama ketika pertama kali positif,” ujar dr. Yoga.

Ia menambahkan bahwa sebuah penelitian di Nuffield Department of Medicine di University of Oxford, Amerika Serikat, menemukan banyak kasus reinfeksi COVID-19 kemungkinan besar adalah repositif.

Sebab, virus corona bisa menyebabkan infeksi dalam waktu lama dan struktur genome-nya membuat virus mampu bertahan di dalam tubuh. Virus ini pun bisa tak terdeteksi dalam tes dan siap untuk menyerang sekali lagi.

Namun, pada dasarnya reinfeksi COVID-19 jarang terjadi. Menurut penelitian di Public Health England Colindale di Inggris dan Statens Serum Institute di Denmark, orang yang pernah terinfeksi virus corona mendapat perlindungan hingga 80 persen dari infeksi kedua.

Ada pun dari penelitian di Denmark, perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen. Dengan demikian, mengacu pada hasil penelitian tersebut, kalangan lansia tergolong lebih berisiko mengalami reinfeksi.

Kelompok rentan reinfeksi

Analisis dari riset tersebut menunjukkan di antara orang yang positif pada gelombang COVID-19 pertama, sebanyak 0,65 persen positif kembali pada gelombang wabah kedua. Orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) juga lebih mungkin terkena infeksi kedua.

Menurut dokter Yoga, walaupun tubuh sudah mengembangkan sistem imun untuk melawan COVID-19, masih ada kemungkinan seseorang dapat reinfeksi.

Sebab, COVID-19 pun bisa berkembang atau bermutasi sehingga memiliki banyak varian dengan karakternya masing-masing. Menurut sejumlah penelitian, beberapa varian mampu melawan sistem imun manusia.

“Maka dari itu, orang yang pernah terinfeksi COVID-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Sama halnya seperti orang yang sudah mendapat vaksin. Walaupun vaksin memberikan perlindungan terhadap serangan virus, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi jika terpapar virus corona penyebab COVID-19,” jelasnya.

Gejala reinfeksi

Hingga saat ini, berbagai penelitian belum sampai pada satu kesimpulan apakah gejala reinfeksi pasti lebih parah dibanding sebelumnya atau tidak.

Dokter di Gulhane Training and Research Hospital di Turki menyebutkan terdapat pasien yang pada infeksi pertama tak mengalami gejala, namun saat reinfeksi mengalami gejala ringan.

Sedangkan, bila pada infeksi pertama harus dirawat di rumah sakit, pasien memerlukan perawatan intensif saat reinfeksi, terutama kalangan lansia yang memiliki penyakit penyerta.

Namun, beberapa penelitian lain menemukan tidak ada perbedaan gejala antara infeksi pertama dan kedua. Malah ada pasien yang gejalanya lebih ringan ketika terkena reinfeksi COVID-19.

“Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah sistem imun. Jika imun yang terbentuk dari infeksi pertama masih kuat dan bisa melawan virus corona, maka gejalanya akan ringan atau bahkan tidak ada gejala. Sedangkan, bila imun sudah lemah atau tidak dapat menemukan virus corona yang menyerang tubuh seseorang, maka gejalanya bisa lebih berat,” kata dr. Yoga.

Menurut dr. Yoga, sistem imun yang terbentuk dari infeksi pertama akan mengingat karakter virus yang menyerang di kemudian hari. Namun, ada kemungkinan sistem antibodi itu lupa atau tak mengenali bila bertemu virus dengan varian berbeda.

Vaksinasi

Kemudian, apakah seseorang bisa terinfeksi Covid-19 jika sudah divaksin? Menurut dr. Yoga, vaksin hanya sarana untuk membentuk antibodi guna memberikan perlindungan terhadap serangan virus. Proses pembentukan antibodi pun tidak berlangsung sekejap.

Oleh karena itulah, sebagian besar vaksin membutuhkan hingga dosis dua kali untuk memberikan perlindungan maksimal.

“Dengan demikian, orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi COVID-19. Namun, risiko infeksi itu lebih kecil daripada orang yang belum mendapat antibodi dari vaksin. Jika pun terinfeksi, besar kemungkinan gejalanya hanya ringan atau tanpa gejala sehingga risiko sakit parah hingga perlu dirawat di rumah sakit lebih kecil,” tutupnya.